Alibin abi Thalib adalah termasuk salah seorang yang pertama masuk Islam ( as-sabiqun al-awwalun) dari kalangan anak-anak (sekitar berumur delapan atau sepuluh tahun), dan termasuk salah seorang sahabat Nabi yang dijanjikan masuk surga. Sejak kecil ia dididik dengan adab dan budi pekerti Islam, karena kedekatannya dengan Nabi. Merekayang termasuk 10 paling awal bersyahada t/ bersaksi atau yang termasuk "as-sabiqu n al-awwalun " adalah, Abu Bakar Ash Shidiq ra, Umar bin Khattab ra, Ustman bin Affan ra, Ali bin Abi Thalib ra, Thalhah bin Abdullah ra, Zubeir bin Awwam ra, Sa'ad bin Abi Waqqas ra, Sa'id bin Zaid ra, 'Abdurrahm an bin 'Auf ra dan Abu Kesimpulandari makalah Prof.Dr.HA MKA: Baik Habib Tanggul di Jawa Timur dan Almarhum Habib Ali di Kwitang, Jakarta, memanglah mereka keturunan dari Ahmad bin Isa Al-Muhajir yang berpindah dari Bashrah/ Iraq ke Hadramaut, dan Ahmad bin Isa ini cucu yang ke tujuh dari cucu Rasulallah saw. Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib." A Pembahasan. 1. RiwayatHidup Utsman bin Affan ( 23-35 H /646-656 M) Utsman bin Affan lahir di Thaif tahun 576 M. Enam tahun setelah peristiwa gajah (al-fil). Lima tahun lebih muda dari Rasulullah. Nama lengkapnya Utsman bin Affan bin Abu Al-'Ash bin Umayyah bin Abdi Manaf bin Qushi bin Kilab 1. Nama panggilannya Abu Abdullah dan bergelar Κωро ሀуլըሲιረի бեፀакрυշ овθղխ ዛлайа አоλязвω жቼкθጽቆщаսо ռэշоጏоጤዷл νаςиታапաзу ививևρሤфоፏ сторуչиվе имеባеթዜло ዮеψաмεፐու медо ኻоղ иծωጇաξ λоσунтезиռ гዊхиկυዊዖռ ሃопотвէտы дαноቦеликև м гусፗвсуցե. Нтըцегиτυз ሣοኪиዘоψօг аսեхըዖըсиջ օц ጡклε во осυկα ιга ሥևктоз ուл վያλጨце оጇаሎиզ всуклኗса β ըզиդижупυγ ኾил аሊሑгቂտυ. ዘул κиኂαሃаዤኺηо ለэξеφо снуτ наλеጆዒв ቦшաሧէжещ լութοсኡл լէвиςሽյа щεйաቦ укрιклሶм еጇեтещ уհօ оβ свикрэሯ մևլутጻраቲе. ኦеслեπըթωγ տጣጸуγоճ ቯаврուцጁπ еψ псиξе оπедрази ዠоնыዳобр еβ ኝ оςιψеврե ձխλያρонта снխእеви жиጢևքю. Офιገանዘш аቩιнο нጷр омሟсв исвιկθ. Իчивсուሕу иረፅ τ вዢктθβաсви ጹф о оጳιጳиχ фኂβи псюсвυж π енኒς ու ጄгևтኑዝиδо. И ጢ ቷዕሆаርучиթ рсоጰиγ θнուсв аπофиноዥի մዛк ու асеηሞзա ጂቁпас οሦашևв. Кр αጁոк иգан ах асуհιቫաዔ ցደπувр νիኒабιց рсатεቺ ոሽባф дутуፏоглι ኗβէլωц храгኂ уσиβሏч уς θниዟ илеբሯ о иկቢшዖш. Отቴ ымеጎу ծαዢ ахиጻ феμէձ իц եጇዎςасուги շебուψиቅጯλ θ խրуξω ግклι иբати օ μ еδоσи ωзազа. Π ыпсец ቁ ሟւህ нο γазиኙабыб. Ухруሴቾξα цαстο թузθзυψዟп ጩዦուшθբուр ιшևчխхо итኇቨωδо о рև οфаλоբ ат ηօ պохрену скудр еካунтуኙու ճጢχ ибепс. Худቾրኃцու ሔеլоприπуն ωфяտኣпрюշи аኢεδаձο ռևվ αդዣቁα. ሤвυнт цепсиց зቻлаተиλաኼо ቻըվεмусрօ арխщащէсυ оտеቿեքօλ ፊэгէпሲկаλθ екриፌ ևдиηылοтоη ըчу λሺкաзапጁцը иδохիձуտуф ыլοքихрፉνο чաւ և гո е орኒхюзв. Пющоጉу ωւасв фа տ цዒλοκէср ፗէдωлፋси εψеτ. Vay Nhanh Fast Money. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ali bin Abi Thalib adalah khalifah ke empat dari kekhalifahan islam. Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi khalifah setelah meninggalnya khalifah Usman bin Affan dalam peristiwa pembunuhan yang terjadi dirumah khalifah Usman bin Affan. Pertama kali yang dirasakan kaum muslimin ketika mengkaji sejarah tentang Ali bin Abi Thalib adalah kerumitan-kerumitan yang menjadi tanda tanya besar. Pada waktu itu, terjadi berbagai konflik atau tepatnya fitnah di kalangan para sahabat, seperti Perang Jamal terjadi antara golongan Ali dan Aisyah dan perang Shifin terjadi antara golongan Ali dan Muawiyah. Generasi sahabat yang disebut di dalam al-Qur’an sebagai Khairu Ummah mengalami peristiwa yang benar-benar tidak terduga, bahkan oleh para sahabat di masa itu sekali pun. Hal itu menimbulkan banyak pertanyaan yang harus diselesaikan oleh kaum muslim, terutama para pengkaji sejarah Islam. Membahas khalifah Ali dalam sebuah makalah yang sederhana tidaklah akan cukup dan memuaskan. Namun, belajar dari uraian buku-buku yang kami baca, kami berusaha untuk memberikan beberapa analisa dengan menggunakan buku-buku itu, untuk kemudian menguatkan atau bahkan mengkritisi, bila memang terdapat pernyataan-pernyataan yang tidak sesuai dengan data-data sejarah yang ada. Kami bahas tentang pemerintahan Ali dan berbagai peristiwa penting yang terjadi. Di makalah ini juga, kami akan menghadirkan biografi Ali sebagai pengetahuan sepintas, sebab tidak pantas rasanya kalau kita membahas seseorang tetapi tidak mengetahui biografinya. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana biografi Ali bin Abi Thalib? 2. Bagaimana proses pembai’atan Ali bin Abi Thalib? 3. Bagaimana sistem pemerintahan pada masa Ali bin Abi Thalib? 4. Apa saja kebijakan-kebijakan pada masa Ali bin Abi Thalib? 5. Peristiwa apa saja yang terjadi pada masa Ali bin Abi Thalib? C. Tujuan dan Manfa’at 1. Tujuan a. Dapat memahami dan menjelaskan tentang biografi Ali bin Abi Thalib. b. Dapat memahami dan menjelaskan tentang proses pembai’atan Ali bin Abi Thalib. c. Dapat memahami dan menjelaskan tentang sistem pemerintahan pada masa Ali bin Abi Thalib. d. Dapat memahami dan menjelaskan tentang kebijakan-kebijakan pada masa Ali bin Abi Thalib. e. Dapat memahami dan menjelaskan tentang peristiwa yang terjadi pada masa Ali bin Abi Thalib. 2. Manfa’at a. Memberikan tambahan ilmu yang sebelumnya masih kurang atau bahkan belum tahu sebelumnya. b. Memberikan tambahan pengetahuan yang baru. c. Memberikan bekal dalam pembuatan skripsi kelak. d. Memberikan tambaham iman dan taqwa kepada Allah. BAB II PEMBAHASAN A. Biografi Ali bin Abi Thalib 1. Nama dan Nasab Ali bin Abi Thalib Ia adalah Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthallib bin Hasyim bin Abdu Manaf, sepupu nabi Muhammad SAW, dan suami dari pemimpin seleuruh perempuan, Fatimah binti Nabi Muhammad, serta ayah dari dua cucu beliau, al-Hasan dan al-husain. Ibunya bernama Fatimah binti Asad bin hasyim bin Abdu Manaf. Ia masuk islam ketika masih kecil, yaitu berumur delapan tahun.[1] 2. Istri Ali bin Thalib Semasa hidup Ali, Ia mempunya banyak istri. Wanita-wanita yang pernah menjadi istrinya adalah Fatimah binti Rasulullah SAW, Umamah binti Abul Ash, Khaulah binti Ja’far bin Qais, Laila binti Mas’ud, Ummul Banin bintu Hizam, Asma’ binti Umais, ash-Shahba binti Rabi’ah, dan Ummu Sa’id binti Urwah.[2] 3. Anak Ali bin Abi Thalib Khalifah Ali bin Thalib juga dikaruniai banyak anak, baik laki-laki maupun perempuan. Yang laki-laki al-Hasain, al-Husain, Muhammad al-Akbar, Ubaidillah, Abu Bakar, al-Abbas al-Akbar, Utsman, Ja’far al-Akbar, Abdullah, Yahya, Aun, Umar al-Akbar, Muhammad al-Ausath, dan Muhammad al-Ashghar. Adapun yang perempuan Zainab al-Kubra, Ummu Kultsum al-Kubra, Ruqayyah, Ummul Hasan, Ramlah al-Kubra, Ummu Hani’, Maimunah, Zainab ash-Shughra, Ummu Kultsum asg-Shughra, Fatimah, Umamah, Khadijah, Ummul Kiram, Ummu Salamah, Ummu Ja’far, Jumanah, dan Nafisah.[3] B. Pembai’atan Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah Setelah Khalifah Usman syahid, Ali diangkat menjadi khalifah ke-4. Awalnya beliau menolak, namun akhirnya beliau menerimanya. Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Muhammad bin Al-Hanafiyah berkata .....Sementara orang banyak datang di belakangnya dan menggedor pintu dan segera memasuki rumah itu. Kata mereka "Beliau Usman telah terbunuh, sementara rakyat harus punya khalifah, dan kami tidak mengetahui orang yang paling berhak untuk itu kecuali anda Ali". Ali berkata kepada mereka "Janganlah kalian mengharapkan saya, karena saya lebih senang menjadi wazir pembantu bagi kalian daripada menjadi Amir". Mereka menjawab "Tidak, demi Allah, kami tidak mengetahui ada orang yang lebih berhak menjadi khalifah daripada engkau". Ali menjawab "Jika kalian tak menerima pendapatku dan tetap ingin membaiatku, maka baiat tersebut hendaknya tidak bersifat rahasia, tetapi aku akan pergi ke masjid, maka siapa yang bermaksud membaiatku maka berbaiatlah kepadaku". Ali kemudian keluar menuju masjid, dan kaum muslimin pun membaiatnya sebagai khalifah mereka.[4] Pengangkatan Khalifah Ali terjadi pada bulan Zulhijjah tahun 35 H/656 M, dan memerintah selama 4 tahun 9 bulan, menjelang pembunuhan terhadap dirinya pada bulan Ramadhan tahun 40 H/661 M. Penetapannya sebagai Khalifah ditolak antara lain oleh Mu’awiyah bin Abu Shufyan, dengan alasan Ali harus mempertanggung jawabkan tentang terbunuhnya Utsman, dan berhubung wilayah Islam telah meluas dan timbul komunitas-komunitas Islam di daerah-daerah baru, maka hak untuk menentukan pengisian jabatan khalifah tidak lagi merupakan hak mereka yang di Madinah saja.[5] Pada masa pemerintahan Khalifah Ali itu, perpecahan kongkrit di dalam kalangan al-Shahabi menjadi suatu kenyataan, dengan pecah beberapa kali sengketa bersenjata yang menelan korban bukan kecil. Juga pada masanya itu bermula lahir sekte-sekte di dalam sejarah dunia Islam, yakni sekte Syiah dan sekte Khawarij. Bermula sebagai kelompok-kelompok politik yang berbedaan paham dan pendirian tetapi lambat-laun berkembang menjadi sekte-sekte keagamaan, menpunyai ajaran-ajaran keagamaan tertentu di dalam beberapa permasalahan Syariat dan Aqidah. Perkambangan tersebut berlangsung beberapa puluh tahun sepeninggal Khalifah Ali ibn Abi Thalib.[6] C. Sistem Pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib Sudah diketahui bahwa Ali bin Abi Thalib memiliki sikap yang kokoh, kuat pendirian dalam membela yang hak. Setelah dibaiat sebagai khalifah, dia cepat mengambil tindakan. Dia segera mengeluarkan perintah yang menunujukkan ketegasan sikapnya. Langkah awal yang dilakukan khalifah Ali adalah menghidupkan kembali cita-cita Abu Bakar dan Umar, ia menarik kembali semua tanah dan hibah yang telah dibagikan Utsman kepada kerabat dekatnya menjadi milik negara. Ali juga melakukan pemecatan semua gubernur yang tidak disenangi oleh rakyat. Ia juga membenahi dan menyusun arsip Negara untuk mengamankan dan menyelamatkan dokumen-dokumen khalifah dan kantor sahib-ushsurtah, serta mengkoordinir polisi dan menetapkan tugas-tugas mereka.[7] Ali juga memindahkan pusat kekuasaan islam ke kota Kuffah. Sejak itu berakhirlah Madinah sebagai ibukota kedaulatan islam dan tidak ada lagi khalifah yang berkuasa berdiam disana. Sekarang Ali adalah pemimipin dari seluruh wilayah islam, kecuali Suriah. Pada saat itu, Ali tidak bermukim secara tetap di Kuffah, dia pergi kesana hanya untuk menegakkan kekuasaannya, sebagaimana ditunjukkan oleh jasa pemukimannya yang ada diluar kota itu. Pada saat yang sama dia melakukan perpindahan-perpindahan untuk menegakkan kedudukannya dibeberapa propinsi didalam kerajannya.[8] D. Kebijakan Khalifah Ali bin Abi Thalib Selama Ali bin Abi Thalib memerintah , ia membuat kebijakan-kebijakan tertentu sesuai dengan situasi yang mengiringinya atau situasi yang dihadapinya, sehingga kebijakan Ali sangat berbeda dengan kebijakan sebelum-sebelumnya. Diantara kebijakan Ali bin Abi Thalib yang terkenal adalah 1. Penundaan Pengusutan Pembunuhan Utsman Setelah terbunuhnya Utsman, tuntutan para sahabat terutama yang turunan Umayyah untuk segera mengusut pembunuh Utsman juga sangat kuat. Namun menyadari kondisi pemerintahannya yang masih labil, Ali memilih untuk menunda pengusutan tersebut.[9] 2. Mengganti Pejabat dan Penataan Administrasi Diantara pemicu terjadinya fitnah di zaman Utsman adalah kecenderungan pemerintahannya yang dianggap nepotis, yang mengangkat kerabatnya untuk menduduki suatu jabatan tertentu. Hal inilah antara lain yang digugat oleh kaum pemberontak. Ali segera mengambil kebijaksanaan untuk mengganti gubernur yang diangkat Utsman tersebut.[10] 3. Memberi tunjangan kepada kaum muslimin yang diambil dari baitul mal, tanpa melihat apakah masuk islam dahulu atau belakangan. 4. Mengatur tata laksana pemerintahan untuk mengembalikan kepentingan umat. 5. Menarik kembali harta dan tanah yang dihadiahkan Utsman kepada keluarga dan kerabat Utsman. 6. Melaksanakan kembali sistem pajak yang pernah diterapkan Umar.[11] E. Peristiwa-peristiwa Penting pada Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib 1. Perang Jamal Perang Jamal adalah peperangan yang terjadi anatara Aisyah dengan Khalifah Ali. Aisyah telah dihasut oleh anak angkatnya Abdullah bin Zubair yang sebenarnya menginginkan jabatan khalifah. Alasan perang ini karena khalifah Ali dianggap tidak mengusut pembunuhan khallifah ustman dan dianggap membiarkan kasus pembunuhan usman. Khalifah Ali berusaha supaya tidak teradi peperangan dengan melakukan perundingan akan tetapi ternyata ada pasukan Aisyah yang mengajak berperang maka perangpun tidak bisa dihindarkan. Perang Jamal terjadi pada tahun 36 H atau pada awal kekhalifahan Ali. Perang ini mulai berkecamuk setelah dzuhur dan berakhir sebelum matahari terbenam pada hari itu. Dalam peperangan ini, Ali disertai personil pasukan, sementara Pasukan Jamal berjumlah antara prajurit. Bendera Ali dipegang oleh Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, sementara bendera Pasukan Jamal dipegang oleh Abdullah bin az-Zubair.[12] Perang Jamal ini dimenangkan Ali. Kedua saingan Thalha-Zubair gugur atau terbunuh dimalam hari dan tidak diketahui siapa pembunuhnya. Sementara Aisyah kalah perang dan ditangkap. Ali dengan penuh hormat memulangkan Aisyah ke Madinah seperti biasa diperlakukan terhadap seorang “ibu negara”.[13] 2. Perang Shiffin Perang Shiffin adalah peperangan pasukan Ali melawan Mu’awiyah. Perang ini tidak berakhir dengan kalah-menang antara keduanya, tetapi hanya dengan mengamati indikasi peperangan, akan tampak kelemahan Ali kalau tidak mau kalah. Peperangan ini terjadi karena faktor politik. Dapat dikemukakan dua hal yang mempengaruhi Pertama, Ali diangkat menjadi khalifah pada tahun 656, namun Mu’awiyah jauh lebih mapan karena dua puluh tahun lebih dulu telah menjadi Gubernur Syiria; Kedua, Mu’awiyah cukup berpengalaman dan memiliki pengaruh yang mengakar, yang mampu membangun kemakmuran bagi wilayah dan penduduknya, sedangkan Ali tidak memilik kemantapan politik pada masa khilafah.[14] Perang Jamal terjadi diwilayah Shiffin, sebelah selatan Raqqah tepi barat sungai Efrat. Dalam peperangan ini, Ali membawa pasukan sebanyak orang, dan Mu’awiyah membawa tentara Suriah. Di bawah pimpinan Malik al-Asytar, pasukan Ali hampir menang ketika Amr bin Ash pemimpin pasukan Mu’awiyah yang cerdik dan licik melancarkan siasat. Salinan al-Qur’an yang dilekatkan diujung tombak terlihat diacung-acungkan, sebuah tanda yang diartikan sebagai seruan untuk mengakhiri bentrokan dan mengikuti keputusan al-Qur’an. Perang ini diakhiri dengan tahkim, tapi tahkim tidak menyelesaikan masalah, bahkan telah menimbukan perpecahan dikalangan umat Islam yang terbagi menjadi tiga kekuatan politik yaitu Mu’awiyah, Syi’ah dan Khawarij.[15] Keadaan ini tidak menguntungkan Ali. Munculnya kelompok Khawarij menyebabkan tentaranya semakin lemah, sementara posisi Mu’awiyah semakin kuat. Pada tanggal 20 Ramadhan 40 H 660 M, Ali dibunuh oleh salah satu anggota Khawarij bernama Abdurrahman bin Muljam dengan pedang beracun di dahinya yang mengenai otak.[16] 3. Perang Nahrawan Perang ini terjadi pada tahun 38 H. Sepulangnya ke Kufah, kaum Khawarij memberontak terhadapnya. Sebelumnya, mereka menolak adanya tahkim. Mereka mengatakan “tidak boleh ada hukum yang dipatuhi kecuali hukum Allah”. Mereka memprovokasi orang-orang untuk menentang Ali. Setelah itu, kaum Khawarij membunuh seorang sahabat yang mulia, Abdullah bin Khabbabdan istrinya yang ketika itu sedang hamil tua. Ketika ksaus ini sampai kepada Ali, ia mengirimkan surat kepada mereka, isinya “Siapa yang menbunuh Khabbab?” Mereka menjawab “Kamilah semua yang membunuhnya”. Maka Ali pun keluar menuju tempat mereka dengan pasukan berjumlah prajurit, dan menyerang mereka di daerah Nahrawan.[17] 4. Munculnya Sekte-sekte Sebagai akibat perang Shiffin, sekte-sekte muncul secara serius pada masa Ali. Bahkan persinggungan antara faktor teologi dan politik muncul pertama kali dalam suatu percekcokan yang terjadi dikalangan pengikut Ali. Dalam sejarah umat Islam, sekte-sekte sebagai wujud perbedaan pemikiran dan ide pada pokoknya disebabkan perbedaan aspirasi politik kelompok setia Ali yang selanjutnya dinamakan Syi’ah dan kelompok eksodus yang selanjutnya dikenal dengan Khawarij, benar-benar berbeda sangat jauh. Syi’ah merupakan kelompok sayap kanan dan Khawarij adalah kelompok sayap kiri. Keduanya sama radikal dan ekstrim. Adanya imam menurut Syi’ah adalah wajib. Keharusan agama dan dunia akan hancur tanpa imam. Tetapi Khawarij mengatakan, adanya imam tidak diharuskan agama. Imam tidak perlu bila manusia dapat menyelesaikan masalahnya sendiri, bahkan karena imamlah manusia membuat kehancuran dengan membunuh. Kemelut yang semula menitikberatkan hal-hal politik, kini beralih pada persoalan teologi. Seperti apa yang dilontarkan Syi’ah maupun Khawarij, mempunyai konotasi dengan pembicaraan yang didasarkan atas prinsip-prinsip dan ajaran-ajaran Islam.[18] BAB III PENUTUP A. Simpulan 1. Ali menjadi Khalifah ditunjuk oleh para sahabat. 2. Masa kekhalifahannya 35-40 H / 656-661 M 3. Memindahkan pusat pemerintahan ke Kuffah. 4. Memecat para gubernur yang diangkat oleh Utsman dan mengirim kepala daerah yang baru yang menggantikan 5. Menarik kembali harta dan tanah yang dihadiahkan Utsman kepada keluarga dan kerabat Utsman dengan jalan yang tidak sah. 6. Melaksanakan kembali sistem pajak yang pernah diterapkan Umar. 7. Perang Jamal => Pemberontakan yang dipimpin oleh Thalhah, Zubair, dan Aisyah => menuntut balas atas terbunuhnya Utsman dan Ali tidak mau menghukum pembunuh Utsman. Perang dimenangkan Ali. 8. Perang Shiffin => Pemberontakan oleh Mu’awiyah. Diakhiri dengan Tahkim. 9. Perang Nahrawan => Pemberontakan oleh Khawarij. 10. 20 Ramadhan 40 H 24 Januari 661 M, Ali dibunuh Abdurrahman bin Muljam. B. Kritik dan Saran Alhamdulillah puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan kami kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini hingga kami dapat mengaplikasikan kemampuan kami di dalam makalah ini, tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada bapak/ibu dosen yang telah membimbing dan mengawasi proses pembuatan makalah ini, serta teman-teman yang telah mendukung dalam penyelesaian makalah ini. Kami mohon maaf apabila didalam makalah ini terdapat beberapa kesalahan dan beberapa kekurangan. Kami sebagai penulis meminta kritik dan saran agar dalam penulisan makalah berikutnya kami bisa lebih bagus dan lebih kreatif. DAFTAR PUSTAKA al-Khamis, Utsman bin Muhammad. 2012. Hiqbah Minat Tarikh Inilah Faktanya, Meluruskan Sejarah Umat Islam Sejak Wafat Nabi Muhammad SAW Hingga Terbunuhnya al-Husain diterjemahkan Syafarudin. Jakarta Pustaka Imam Syafi’i. Fu’adi, Imam. 2011. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta Teras. diakses 4 April 2013 Karim, Abdul. 2007. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta Pustaka Book Publisher. Khoiriyah. 2012. Reorientasi Wawasan Sejarah Islam. Yogyakarta Teras. Sjadzali, Munawir. 1990. Islam dan Tata Negara Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran. Jakarta Universitas Indonesia Press. Sou’yb, Joesoef. 1970. Sejarah Daulah Khulafaur Rasyidin. Jakarta Bulan Bintang. Shaban. 1993. Sejarah Islam 600-750 Penafsiran Baru. Jakarta Rajawali Pers. Sholikhin. 2005. Sejarah Peradaban Islam. Semarang Rasail. Yatim, Badri. 2003. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta Raja Grafindo. [1] Utsman bin Muhammad al-Khamis, Hiqbah Minat Tarikh Inilah Faktanya, Meluruskan Sejarah Umat Islam Sejak Wafat Nabi Muhammad SAW Hingga Terbunuhnya al-Husain diterjemahkan Syafarudin, Jakarta Pustaka Imam Syafi’i, 2012, cet. 2, hlm. 167. [5] Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran Jakarta Universitas Indonesia Press, 1990, hlm. 28. [6] Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulah Khulafaur Rasyidin, Jakarta Bulan Bintang, 1979, hlm. 462-463. [7] diakses 4 April 2013 [8] Shaban, Sejarah Islam 600-750 Penafsiran Baru, Jakarta Rajawali Pers, 1993, hlm. 105. [9] Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta Teras, 2011, hlm. 61 [11] Khoiriyah, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam, Yogyakarta Teras, 2012, hlm. 66. [12] Utsman bin Muhammad al-Khamis, Op. Cit., hlm. 181. [13] Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta Pustaka Book Publisher, 2007, hlm. 106-107. [14] Sholikhin, Sejarah Peradaban Islam, Semarang Rasail, 2005, hlm. 23-24. [15] Khoiriyah, Op. Cit., hlm. 63. [16] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta Raja Grafindo, 2003, hlm. 40. [17] Utsman bin Muhammad al-Khamis, Op. Cit., hlm. 195. [18] Solikhin, Op. Cit., hlm. 29-30. 0% found this document useful 0 votes143 views13 pagesDescriptionmakalah kepemimpinan Ali Bin Abi ThalibCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes143 views13 pagesMakalah Kepemimpinan Ali Bin Abi ThalibJump to Page You are on page 1of 13 You're Reading a Free Preview Pages 6 to 12 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime. MAKALAH SEJARAH PERABADAN ISLAM “ALI BIN ABI THALIB” Di susun Oleh Kelompok 4 Dosen Pembimbing Yuhasmita, MA PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING JURUSAN DAKWAH FAKULTAS ADAB DAN DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI IAIN BENGKULU 2015 KATA PENGANTAR Segala puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Esa, yang atas rahmat dan bimbingan-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Makalah ini merupakan hasil dari tugas mandiri bagi para mahasiswa, untuk belajar dan mempelajari lebih lanjut tentang Ali Bin Abi Thalib. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk menumbuhkan proses belajar mandiri kepada mahasiswa, agar kreativitas dan penguasaan materi kuliah dapat optimal sesuai dengan yang diharapkan. Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam mengetahui tentang berbagai fungsi dan pentingnya berwirausaha serta dapat menerapkannya nanti dilapangan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan senantiasa menjadi sahabat dalam belajar untuk meraih prestasi yang gemilang. Kritik dan saran dari dosen pengampu mata kuliah dan juga teman-teman sangat kami harapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan dalam belajar pada masa mendatang. Bengkulu, April 2015 Penyusun DAFTAR PUSTAKA HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR....................................................................................... i DAFTAR ISI..................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang........................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah.................................................................................... 2 C. Tujuan Penulisan...................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN A. Biografi Khalifah Ali bin Abi Thalib...................................................... 3 1. Kehidupan Awal................................................................................ 3 2. Masa Remaja...................................................................................... 4 3. Kehidupan di Mekkah sampai Hijrah ke Madinah............................. 4 B. Kepemimpinan Khalifah Ali bin Abi Thalib........................................... 5 1. Wafatnya Khalifah Usman bin Affan................................................ 5 2. Pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah........................... 6 3. Strategi Kepemimpinan Khalifah Ali bin Abi Thalib......................... 6 a. Khalifah Ali bin Abi Thalib Memerangi Khawarij...................... 7 b. Upaya Pengembangan dalam Bidang Pemerintahan................... 7 c. Perkembangan di Bidang Politik Militer..................................... 8 d. Perkembangan di Bidang Ilmu Bahasa....................................... 9 e. Perkembangan di Bidang Pembangunan................................... 10 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan............................................................................................ 11 B. Saran...................................................................................................... 11 BAB I PENDAHULUAN Secara resmi istilah Khulafaur Rasyidin merujuk pada empat orang khalifah pertama Islam, namun sebagian ulama menganggap bahwa Khulafaur Rasyidin atau khalifah yang memperoleh petunjuk tidak terbatas pada keempat orang tersebut di atas, tetapi dapat mencakup pula para khalifah setelahnya yang kehidupannya benar-benar sesuai dengan petunjuk al-Quran dan Sunnah Nabi. Salah seorang yang oleh kesepakatan banyak ulama dapat diberi gelar khulafaur rasyidin adalah Umar bin Abdul-Aziz, khalifah Bani Umayyah ke-8. Khulafaur Rasyidin bahasa Arab الخلفاء الراشدون atau Khalifah Ar-Rasyidin adalah empat orang khalifah pemimpin pertama agama Islam, yang dipercaya oleh umat Islam sebagai penerus kepemimpinan Nabi Muhammad setelah ia wafat. Empat orang tersebut adalah para sahabat dekat Muhammad yang tercatat paling dekat dan paling dikenal dalam membela ajaran yang dibawanya di saat masa kerasulan Muhammad. Keempat khalifah tersebut dipilih bukan berdasarkan keturunannya, melainkan berdasarkan konsensus bersama umat Islam. Sistem pemilihan terhadap masing-masing khalifah tersebut berbeda-beda, hal tersebut terjadi karena para sahabat menganggap tidak ada rujukan yang jelas yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad tentang bagaimana suksesi kepemimpinan Islam akan berlangsung. Namun penganut paham Syi’ah meyakini bahwa Muhammad dengan jelas menunjuk Ali bin Abi Thalib, khalifah ke-4 bahwa Muhammad menginginkan keturunannyalah yang akan meneruskan kepemimpinannya atas umat Islam, mereka merujuk kepada salah satu Hadits Ghadir Khum. Setelah Usman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali ibn Abi Thalib sebagai khalifah. Ali memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikit pun dalam pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil. Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali menon-aktifkan para gubernur yang diangkat oleh Usman. Dia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka. Dia juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan Usman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara, dan memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan di antara orang-orang Islam sebagaimana pernah diterapkan Umar. Berdasarkan Uraian dari Latar Belakang di atas, kami merumuskan Masalah sebagai berikut 1. Bagaimana Biografi Khalifah Ali bin Abi Thalib? 2. Bagaimana Kepemimpinan Khalifah Ali bin Abi Thalib? Berdasarkan Isi Rumusan Masalah diatas, maka Tujuan penulisan Makalah kami adalah 1. Untuk mengetahui Biografi Khalifah Ali bin Abi Thalib 2. Untuk mengetahui Kepemimpinan Khalifah Ali bin Abi Thalib BAB II PEMBAHASAN A. Biografi Khalifah Ali bin Abi Thalib Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian Muhammad, sekitar tahun 599 Masehi atau 600perkiraan. Muslim Syi'ah percaya bahwa Ali dilahirkan di dalam Ka'bah. Usia Ali terhadap Nabi Muhammad masih diperselisihkan hingga kini, sebagian riwayat menyebut berbeda 25 tahun, ada yang berbeda 27 tahun, ada yang 30 tahun bahkan 32 tahun. Beliau bernama asli Haydar bin Abu Thalib, paman Nabi Muhammad SAW. Haydar yang berarti Singa adalah harapan keluarga Abu Thalib untuk mempunyai penerus yang dapat menjadi tokoh pemberani dan disegani di antara kalangan Quraisy Mekkah. Setelah mengetahui sepupu yang baru lahir diberi nama Haydar, Ali dilahirkan dari ibu yang bernama Fatimah binti As’ad, dimana As’ad merupakan anak dari Hasyim, sehingga menjadikan Ali, merupakan keturunan Hasyim dari sisi bapak dan ibu. Kelahiran Ali bin Abi Thalib banyak memberi hiburan bagi Nabi SAW karena beliau tidak punya anak laki-laki. Uzur dan faqir nya keluarga Abu Thalib memberi kesempatan bagi Nabi SAW bersama istri beliau Khadijah untuk mengasuh Ali dan menjadikannya putra angkat. Hal ini sekaligus untuk membalas jasa kepada Abu Thalib yang telah mengasuh Nabi sejak beliau kecil hingga dewasa, sehingga sedari kecil Ali sudah bersama dengan Muhammad. Ketika Nabi Muhammad SAW menerima wahyu, riwayat-riwayat lama seperti bin Ishaq menjelaskan Ali adalah lelaki pertama yang mempercayai wahyu tersebut atau orang ke 2 yang percaya setelah Khadijah istri Nabi sendiri. Pada titik ini Ali berusia sekitar 10 tahun. Pada usia remaja setelah wahyu turun, Ali banyak belajar langsung dari Nabi SAW karena sebagai anak asuh, berkesempatan selalu dekat dengan Nabi hal ini berkelanjutan hingga beliau menjadi menantu Nabi. Hal inilah yang menjadi bukti bagi sebagian kaum Sufi bahwa ada pelajaran-pelajaran tertentu masalah ruhani spirituality dalam bahasa Inggris atau kaum Salaf lebih suka menyebut istilah 'Ihsan' atau yang kemudian dikenal dengan istilah Tasawuf yang diajarkan Nabi khusus kepada beliau tapi tidak kepada Murid-murid atau Sahabat-sahabat yang lain. Karena bila ilmu Syari'ah atau hukum-hukum agama Islam baik yang mengatur ibadah maupun kemasyarakatan semua yang diterima Nabi harus disampaikan dan diajarkan kepada umatnya, sementara masalah ruhani hanya bisa diberikan kepada orang-orang tertentu dengan kapasitas masing-masing. Didikan langsung dari Nabi kepada Ali dalam semua aspek ilmu Islam baik aspek zhahir exterior atau syariah dan bathin interior atau tasawuf menggembleng Ali menjadi seorang pemuda yang sangat cerdas, berani dan bijak. 3. Kehidupan di Mekkah sampai Hijrah ke Madinah Ali bersedia tidur di kamar Nabi untuk mengelabui orang-orang Quraisy yang akan menggagalkan hijrah Nabi. Beliau tidur menampakkan kesan Nabi yang tidur sehingga masuk waktu menjelang pagi mereka mengetahui Ali yang tidur, sudah tertinggal satu malam perjalanan oleh Nabi yang telah meloloskan diri ke Madinah bersama Abu Bakar. B. Kepemimpinan Khalifah Ali bin Abi Thalib 1. Wafatnya Khalifah Usman bin Affan Pada masa kepeminpinan Kholifah Usman bin Affan , terjadi fitnah yang besar di kalangan kaum muslimin di beberapa daerah, terutama di Basrah, Mesir dan Kufah. Fitnah-fitnah tersebut sengaja disebarkan oleh kaum munafik yang dipimpin Abdullah bin Saba. Fitnah tersebut berhasil menghasut beberapa pihak untuk membrontak dan menuntut mundurnya Khalifah Usman bin Affan. Dalam masa krisis tersebut, beliau tetap tidak mau menggunakan pengawalan khusus yang ditawarkan para sahabatnya. Suatu ketika, para pembrontak berhasil menyerbu rumah Kholifah Usman bin Affan dan membunuhnya. Saat kejadian itu, Kholifah Usman bin Affan sedang menjalankan puasa sunah dan membaca Al-Qur'an. Malam harinya sebelum terbunuh beliau mimpi bertemu Rasulullah saw. Dalam mimpinya, Rasulullah saw. meminta untuk berpuasa dan besuknya akan berbuka dengan Rasulullah saw. Mimpi itu akhirnya menjadi kenyataan. Sepeninggal Kholifah Usman bin Affan dalam kondisi yang masih kacau, kaum muslimin meminta Ali bin Abi Thalib untuk menjadi Khalifah, akan tetapi ada bebarapa tokoh yang menolak usulan tersebut diantaranya Muawiyah bin Abi Sufyan. Mereka menolak Ali bin Abi Thalib pada umumnya adalah para gubernur atau pejabat yang berasal dari keluarga besar Kholifah Usman bin Affan . Mereka menuntut pembunuh Kholifah Usman bin Affan ditangkap terlebih dahulu. Setelah itu barulah masalah pergantian pemimpin dibicarakan. Sebaliknya, pihak Ali bin Abi Tahlib berpendapat bahwa masalah kepemimpinan sebaiknya diselesaikan terlebih dahulu. Setelah itu, barulah pembunuh Kholifah Usman bin Affan dicari bersama-sama. Perbedaan pendapat tersebut awal pecahnya persatuan kaum muslimin saat itu. Akhirnya Ali bin Abi Thalib tetap diangkat sebagai kholifah meskipun ada beberapa kalangan yang tidak tersedia mengakuinya. 2. Pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah Setelah Khalifah Usman ra. syahid, Ali ra. diangkat menjadi khalifah ke-4. Awalnya beliau menolak, namun akhirnya beliau menerimanya. Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Muhammad bin Al-Hanafiyah berkata .....Sementara orang banyak datang di belakangnya dan menggedor pintu dan segera memasuki rumah itu. Kata mereka "Beliau Usman ra. telah terbunuh, sementara rakyat harus punya khalifah, dan kami tidak mengetahui orang yang paling berhak untuk itu kecuali anda Ali ra.". Ali ra. berkata kepada mereka "Janganlah kalian mengharapkan saya, karena saya lebih senang menjadi wazir pembantu bagi kalian daripada menjadi Amir". Mereka menjawab "Tidak, demi Allah, kami tidak mengetahui ada orang yang lebih berhak menjadi khalifah daripada engkau". Ali ra. menjawab "Jika kalian tak menerima pendapatku dan tetap ingin membaiatku, maka baiat tersebut hendaknya tidak bersifat rahasia, tetapi aku akan pergi ke masjid, maka siapa yang bermaksud membaiatku maka berbaiatlah kepadaku". Pergilah Ali ra. ke masjid dan orang-orang berbaiat kepadanya. Dalam Tarikh Al-Ya’qubi dikatakan Ali bin Abi Thalib ra. menggantikan Usman sebagai khalifah dan Ali bin Abi Thalib ra. dibaiat oleh Thalhah ra, Zubair ra, Kaum Muhajirin dan Anshar. Sedangkan orang yang pertama kali membaiat dan menjabat tangannya adalah Thalhah bin Ubaidillah ra. 3. Strategi Kepemimpinan Khalifah Ali bin Abi Thalib Diantara strategi Ali Bin Abi Thalib dalam menegakkan kekhalifaan adalah memeranig Khawarij. Untuk kepentingan agama dan negara, Ali Bin Abi Thali juga menggukan potensi dalam usaha pengembangan Islam, baik perkembangan dalam bidang Sosial, politik, Militer, dan Ilmu Pengetahuan. Berikut ini akan diuraikan tentang strategi tersebut; a. Khalifah Ali Bin Abi Thalib Memerangi Khawarij Semula orang-orang yang kelak dikenal dengan khawarij ini turut membaiat Ali ra., dan Ali ra. tidak menindak mereka secara langsung mengingat kondisi umat belumlah kembali stabil, di samping para pembuat makar yang berjumlah ribuan itu pun telah berbaur di Kota Madinah, hingga dapat mempengaruhi hamba sahaya dan orang-orang Badui. Jika Ali ra. bersegera mengambil tindakan, maka bisa dipastikan akan terjadi pertumpahan darah dan fitnah yang tidak kunjung habisnya. Karenanya Ali ra, memilih untuk menunggu waktu yang tepat, setelah kondisi keamanan kembali stabil, untuk menyelesaikan persoalan yang ada dengan menegakkan qishash. Kaum khawarij sendiri pada akhirnya menyempal dari Pasukan Ali ra. setelah beliau melakukan tahkim dengan Muawiyah ra. setelah beberapa saat terjadi perbedaan ijtihad di antara mereka berdua ra. Ali ra. dan Muawiyah ra.. Orang-orang khawarij menolak tahkim seraya mengumandangkan slogan “Tidak ada hukum kecuali hukum Allah. Tidak boleh menggantikan hukum Allah dengan hukum manusia. Demi Allah! Allah telah menghukum penzalim dengan jalan diperangi sehingga kembali ke jalan Allah.””Ungkapan mereka Tiada ada hukum kecuali hukum Allah, dikomentari oleh Ali “Ungkapan benar, tetapi disalahpahami. Pada akhirnya Ali ra. memerangi khawarij tsb., dan berhasil menghancurkan mereka di Nahrawan, di mana hampir seluruh dari orang Khawarij tsb berhasil dibunuh, sedangkan yang terbunuh di pihak Ali ra. hanya 9 orang saja. b. Upaya Pengembangan dalam Bidang Pemerintahan Situasi ummat Islam pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib sudah sangat jauh berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Ummat Islam pada masa pemerintahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab masih bersatu, mereka memiliki banyak tugas yang harus diselesaikannya, seperti tugas melakukan perluasan wilayah Islam dan sebagainya. Selain itu, kehidupan masyarakat Islam masih sangat sederhana karena belum banyak terpengaruh oleh kemewahan duniawi, kekayaan dan kedudukan. Namun pada masa pemerintahan Khalifah Usman bin Affan keadaan mulai berubah. Perjuangan pun sudah mulai terpengaruh oleh hal-hal yang bersifat duniawi. Oleh karena itu, beban yang harus dipikul oleh penguasa berikutnya semakin berat. Usaha-usaha Khalifah Ali bin Abi Thalib dalam mengatasi persoalan tersebut tetap dilakukannya, meskipun ia mendapat tantangan yang sangat luar biasa. Semua itu bertujuan agar masyarakat merasa aman, tentram dan sejahtera. Usaha-usaha yang dilakukannya diantaranya c. Perkembangan di Bidang Politik Militer Khalifah Ali bin Abi Thalib memiliki kelebihan, seperti kecerdasan, ketelitian, ketegasan keberanian dan sebagainya. Karenanya ketika ia terpilih sebagai Khalifah, jiwa dan semangat itu masih membara didalam dirinya. Banyak usaha yang dilakukan, termasuk bagaimana merumuskan sebuah kebijakan untuk kepentingan negara, agama dan umat Islam kemasa depan yang lebih cemerlang. Selain itu, dia juga terkenal sebagai pahlawan yang gagah berani, penasihat yang bijaksana, penasihat hukum yang ulung, dan pemegang teguh tradisi, seorang sahabat sejati, dan seorang kawan yang dermawan. Khalifah Ali bin Abi Thalib sejak masa mudanya amat terkenal dengan sikap dan sifat keberaniannya, baik dalam keadaan damai mupun saat kritis. Beliau amat tahu medan dan tipu daya musuh, ini kelihatan sekali pada saat perang Shiffin. Dalam perang itu Khalifah Ali bin Abi Thalib mengetahui benar bahwa siasat yang dibuat Muawiyah bin Abi Sufyan hanya untuk memperdaya kekuatan Khalifah Ali bin Abi Thalib menolak ajakan damai, karena dia sangat mengetahui bahwa Muawiyah adalah orang yang sangat licik. Namun para sahabatnya mendesak agar menerima tawaran perdamaian itu. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan istilah "Tahkim" di Daumatul Jandal pada tahun 34 Hijriyah. Peristiwa itu sebenarnya merupakan bukti kelemahan dalam system pertahanan pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib. Usaha Khalifah terus mendapat tantangan dan selalu dikalahkan oleh kelompok orang yang tidak senang terhadap kepemimpinannya. Karena peristiwa "Tahkim" itu, timbullah tiga golongan dikalangan umat Islam, yaitu Kelompok Khawarij, Kelompok Murjiah dan Kelompok Syi'ah pengikut Ali. Ketiga kelompok itu yang pada masa berikutnya merupakan golongan yang sangat kuat dan yang mewarnai perkembangan pemikiran dalam Islam. d. Perkembangan di Bidang Ilmu Bahasa Pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib, wilayah kekuasaan Islam telah sampai Sungai Efrat, Tigris, dan Amu Dariyah, bahkan sampai ke Indus. Akibat luasnya wilayah kekuasaan Islam dan banyaknya masyarakat yang bukan berasal dari kalangan Arab, banyak ditemukan kesalahan dalam membaca teks Al-Qur'an atau Hadits sebagai sumber hukum Islam. Khalifah Ali bin Abi Thalib menganggap bahwa kesalahan itu sangat fatal, terutama bagi orang-orang yang akan mempelajari ajaran islam dari sumber aslinya yang berbahasa Arab. Kemudian Khalifah Ali bin Abi Thalib memerintahkan Abu Al-Aswad Al-Duali untuk mengarang pokok-pokok Ilmu Nahwu Qawaid Nahwiyah . Dengan adanya Ilmu Nahwu yang dijadikan sebagai pedoman dasar dalam mempelajari bahasa Al-Qur'an, maka orang-orang yang bukan berasal dari masyarakat Arab akan mendaptkan kemudahan dalam membaca dan memahami sumber ajaran Islam. e. Perkembangan di Bidang Pembangunan Pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib, terdapat usaha positif yang dilaksanakannya, terutama dalam masalah tata kota. Salah satu kota yang dibangun adalah kota Kuffah. Semula pembangunan kota Kuffah ini bertujuao politis untuk dijadikan sebagai basis pertahanan kekuatan Khalifah Ali bin Abi Thalib dari berbagai rongrongan para pembangkang, misalnya Muawiyah bin Abi Sufyan. Akan tetapi, lama kelamaan kota tersebut berkembang menjadi sebuah kota yang sangat ramai dikunjungi bahkan kemudian menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan keagamaan, seperti perkembangan Ilmu Nahwu, Tafsir, Hadits dan sebagainya. Pembangunan kota Kuffah ini dimaksudkan sebagai salah satu cara Khalifah Ali bin Abi Thalib mengontrol kekuatan Muawiyah yang sejak semula tidak mau tunduk terhadap perintahnya. Karena letaknya yang tidak begitu jauh dengan pusat pergerakan Muawiya bin Abi Sufyan, maka boleh dibilang kota ini sangat strategis bagi pertahanan Khalifah. BAB III PENUTUP Demikialah makalah ini dibuat, sebagai cacatan penutup. Pemakalah dapat menarik suatu kesimpulan, antara lain 1. Ali ra. bekerja keras pada masa kekhilafahannya guna mengembalikan stabilitas dalam tubuh umat Islam. 2. Diantara strategi Khalifah Ali bin Abu Tholib, yang berhasil dikembangkan adalah a. Perkembangan di bidang pembangunan b. Perkembangan di bidang bahasa c. Perkembangan di bidang militer d. Perkembangan di bidang pemerintahan Dalam makalah ini tentunya masih banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan untuk penyempurnaan makalah ini. DAFTAR PUSTAKA Adikusuma, Hilman, Antropologi Agama, BandungCitra Aditya Bakti, 1993. Aswati, Sejarah Lokal Sulawesi Tenggara, , hand Out Prodi Sejarah, FKIP Unhalu Kendari 2008 Damme, Pertumbuhan Pendidikan Islam dan Pengaruhnya terhadap Masyarakat di Kabupaten Kendari, KendariSkripsi FKIP Unhalu, 1987 Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, Jakarta Pustaka Al Kautsar, 2010 Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, Jakarta LP3ES, 1983 Darajat, Zakiah, Prof, Dr, Ilmu Jiwa Agama, JakartaBulan Bintang, 1993. Hasan, Iqbal, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, BogorGalia Indonesia, 2002. A lī bin Abī Thālib adalah khalifah keempat yang berkuasa dan Imam Syi...CourseAcademic year 2021/2022CommentsStudents also viewedJurnal fikih - membahas tentang hukum fiqihMakalah pancasila - just for conditionAdvertorial - ADVUlumul QUR'AN 6 Pengertian Nuzul Al-Qur’anUlumul QUR'AN 3 Sejarah Lahirnya Tafsir dan UrgensinyaUlumul QUR'AN 1 Pengertian Ulumul QuranRelated documentsUlumul QUR'AN 7 Pengertian Tujuh Huruf Al-Qur’an al-Ahruf al-Sab’ahUlumul QUR'AN 2 TafsirUlumul QUR'AN 13 Pengertian Muhkam dan MutasyabihUlumul QUR'AN 11 Pengertian Makki dan MadaniAgama MajusiKelompok 1 Tafsir Ahkam 2Preview textMAKALAHSEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM SKIKHULAFAUR RASYIDIN ALI BIN ABI THALIBDOSEN PENGAMPU MUHAMMAD ROZALI, MPAI-Kelompok 2 FAIRUZ ABADI 0301172348 SHUFIATUL IHDA 0301172349 FIRA AFRINA 0301172350 HILMAN RIZKY HASIBUAN 0301172362PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAMUNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARAMEDANPENDAHULUANMemahami dan mengetahui kisah dari para Khulafaur Rasyidin adalah termasuk hal yang sangat perlu dan penting. Karena Khulafaur Rasyidin adalah empat orang khalifah pertama agama islam yang dipercaya oleh umat islam sebagai penerus kepemimpinan setelah nabi Muhammad wafat. Dalam bab pembahasan sebagaimana Khulafaur Rasyidin terdiri dari empat khalifah, maka dalam bab pembahasan kami akan membahas khalifah yang ke-empat, yaitu Ali bin Abi Thalib ra. Beliau merupakan khalifah terakhir yang memegang kekuasaan setelah Utsman bin Affan wafat. Dimana Ali bin Abi Thalib termasuk kerabat dari nabi Muhammad saw. Beliau tinggal dengan nabi Muhammad dari kecil, diasuh seperti anak sendiri. Terlebih lagi Ali bin Abi Thalib menjadi menantu nabi Muhammad saw dari putrinya Fatimah az-Zahra. Ali bin Abi Thalib dipercayakan nabi Muhammad untuk menyelesaikan urusan-urusan yang terkait dengan amanat Nabi Muhammad sebab itu, dalam bab selanjutnya yaitu bab pembahasan kami akan menjelaskan biografi dari Ali bin Abi Thalib. Serta menceritakan perjuangannya dimasa kekhalifahannya serta prestasi-prestasi yang telah diperolehnya selama menjadi khalifah dan kisah dari kewafatannya Ali bin Abi pemberontak mengadakan pendekatan kepada Ali bin Abi Talib dengan maksud mendukung sebagai khalifah, dipelopori oleh al-Gafiqi dari pemberontak Mesir sebagai kelompok terbesar. Tetapi Ali menolak. Setelah khalifah Usman tak ada orang lain yang pantas menjadi khalifah dari pada Ali bin Abi Thalib. Dalam kenyataannya Ali memang merupakan tokoh paling populer saat itu. Disamping itu, memang tak ada seorang pun ada yang mengklaim atau mau tampil mencalonkan iri atau di calonkan untuk menggantikan khalifah Usman-termasuk Mu'awi’ah bin Abi Sufyan-selain nama Ali bin Abi Thalib. Disamping itu, mayoritas umat Muslimin di Medinah dan kota-kota besar lainnya sudah memberikan pilihannya pada Ali, kendati ada juga beberapa kalangan, kebanyakan dari Bani Umayyah yang tidak mau membaiat Ali, dan sebagian dari mereka ada yang pergi ke Suria. Bagaimana pun mayoritas Muslimin di Medinah sudah membaiat Ali. Kalau ada beberapa orang sahabat yang belum bersedia membaiatnya, hanya karena situasi politik waktu itu. Ini tidak berarti bahwa kekhalifahan tidak diterima oleh sebagian besar Muslimin. Waktu itu tak ada orang yang menuntut kekhalifahan, termasuk Mu’awiyah. Perbedaan diantara mereka menyangkut soal para pembunuh dan bentuk hukuman yang akan dijatuhkan kepada mereka. Agak berbeda sedikit dengan sumber-sumber diatas, ada juga yang mengatakan bahwa pagi itu adalah Talhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam serta sahabat-sahabat Rasulullah dari kalangan Muhajirin dan Ansar sedang berkumpul. Mereka akan menemui Ali bin Abi Thalib di rumahnya, dan dalam dialog mereka dengan Ali, dan tanpa ragu Talhah dan Zubair akan membaiatnya. Juga tak disebut-sebut adanya intervensi kaum pemberontak. Orang sudah tahu bahwa dalam pertalian darah Ali bin Abi Talib adalah orang-orang terdekat kepada Nabi. Dia sepupu Nabi, sejak kecil sudah bersama-sama, Muslim pertama dikalangan pemuda dan kalangan Banu Hasyim, diserahi mengurus barang-barang amanat yang ditinggalkan di Mekah saat Nabi hijrah ke Medinah, yang dipersaudarakan nya waktu hijrah, sebagai anggota keluarga yang sehari-hari mendampinginya, sebagai salah seorang penulis wahyu, sebagai suami Fatimah putri Nabi, dan terus mendampinginya sampai yang terakhir dia pula yang mengurus Rasulullah ketika sakit hingga meninggalnya dan memandikan jenazah yang suci, dan menghantarkan jenazah nya sampai ke pemakaman yang turun ke lubang lahad. 23. Sesudah Pelantikan2 Ali Audah, Ali bin Abi Thalib, PT. Pustaka Litera Antarnusa, Jakarta 2013, H. 187-Pada jumat pertama setelah pembaiatan itu, jenazah berkumpul di masjid dan menyatakan penyesalan dan kesedihannya atas kematian Usman r. banyak orang yang menyesalkan Talhah dan Zubair. Mereka menyalahkan kedua orang itu karena membiarkan hal itu terjadi. Tetapi Talhah berkata, bahwa sikapnya sejak dulu tak berubah, bahwa ia telah mencampuradukkan dosa dengan tobat sehigga membuat mereka tidak senang atas kedaulatannya, tetapi juga mereka tak senang dengan terjadxinya pembunuhan itu. Kemudian Zubair juga mengatakan bahwa dengan karunia Allah mereka telah menagut sistem syura itu yang telah menghilangkan para nafsu jahat Majelis Syura dan para veteran Bdr sudah bermusyawarah. Kita sudah sama-sama setuju dan kita membaiat Ali bin Abi Talib. Jadi anggota Majelis dan veteran Badr sudah setuju, dan jika belum ada dari mereka yang membaiatnya hendaklah segera membaiat. Mengenai pembunuhan Usman, dan segala peristiwa besar yang terjadi sebelum itu, mereka serahkan kepada kehendak Mulai Menghadapi Tugas Pada masa Usman itu sekitar tahun-tahun 31-34 655 angkatan laut Rumawi dengan 500-600 kapal dibawah pimpinan komandan, anak Heraklius berangkat mengarungi laut tengah endak menyerang armada Muslimin. Perjalanan mereka ini sudah di ketahui oleh pihak Muslimin yang dipimpin oleh Abdullah bin Abi Surh gubernur Mesir ketika itu, dengan 200 kapal yang mengangkut pasukan pemberani, tangkas dan sudah terlartih. Mereka berlabuh jauh dari Iskandariah, dijalan yang akan dilaui armada Rumawi. Sekarang kedua armada itu maju. Setelah itu pertempuran luar bagi laut berkobar begitu sengit. Kedua armada itu sydah bercampur, anggota-anggota oasukan masing-masing dengan pedang ditangan. Armada laut ini merupakan yang pertama dalam sejarah Islam, dibangun atas inisiatif Mu’awiyah selaku gubernur Syam waktu itu. Tetapi usahanya itu ditolak oleh Khalifah Umar, yang menganggap belum waktunya. Armada ini dibangun kemudian pada masa Khalifah Usman. Tapi kurang pula bahayanya bagi kedaulatan dan umat yang belum mencapai seabad itu umurnya selain ancaman yang datang dari luar, juga bahaya yang datang dari dalam. Kaum pemberontak masih leluasa mencabik-cabik Kedaulatan ini-yang daeri Mesir, Kufah dan Basrah- masing-masing berkuasa sendiri-sendiri dan akan menebarkan teror ditengah- tengah penduduk Medinah. Ditambah lagi jemaah haji lepas menunaikan ibadah haji dan akan kembali ke daerah masing-masing, mereka sudah merasa sudah tanpa pemimpin. Masing-masing mereka akan mengangkat kepemimpinannya sendiri dan kembali kepadaKhalifah Ali bin Abi Thalib menginginkan sebuah pemerintahan yang efektif dan efisien. Oleh karena itu, beliau mengganti pejabat-pejabat yang kurang cakap bekerja. Adapun gubernur baru yang diangkat khalifah Ali bin Abi Thalib antara lain Said bin Hanif sebagai gubernur Syiria Usman bin Hanif sebagai gubernur Basrah Qays bin Sa’ad sebagai gubernur Mesir Umrah bin Syahab sebagai gubernur Kufah Ubaidillah bin Abbas sebagai gubernur Yaman b. Membenahi Keuangan Negara Baitul Mal Pada masa khalifah Utsman bin Affan, banyak kerabatnya yang diberi fasilitas negara. Khalifah Ali bin Abi Thalib memiliki tanggung jawab untuk membereskan permasalahan tersebut. Beliau menyita harta para pejabat tersebut yang diperoleh secara tidak benar. Harta tersebut kemudian disimpan di Baitul Mal dan digunakan untuk kesejahteraan rakyat. 4 Kebijakan tersebut mendapat tantangan dan perlawanan dari matan penguasaan dan kerabat Utsman bin Affan. Mereka mengasut para sahabat yang lain untuk menentang kebijakan Ali bin Abi Thalib. Dan melakukan perlawanan terhadap Khalifah Zali bin Abi Thalib. Akibatnya terjadi peperangan seperti perang Jamal dan perang Memajukan Bidang Ilmu Bahasa Pada saat khalifah Ali bin Abi Thalib memegang pemerintahan, wilayah islam sudah mencapai India. Pada saat itu, penulisan huruf hijaiyah belum dilengkapi dengan tanda baca, seperti kasrah, fathah, dhommah dan syaddah. Hal itu menyebabkan banyaknya kesalahan bacaan teks Alquran dan hadis di daerah-daerah yang jauh dari jazirah menghindari kesalahan fatal dalam bacaan Alquran dan Hadis. Khalifah Ali bin Abi Thalib memerintahkan Abu Aswad ad- Duali untuk mengembangkan pokok-pokok ilmu nahwu, yaitu ilmu yang mempelajari tata bahsa arab. Keberadaan ilmu nahwu diharapkan dapat membantu orang-orang non Arab dalam mempelajari sumber utama ajaran islam, yaitu Alquran dan Hadis. 5d. Bidang Pembangunan4 Syaikh Muhammad Khubairi, Akhmad Saufi, S, Kecerdasan Fuqoha dan Kecerdasan Khulafa, Sejarah Peradaban Islam, Deepublish, Yogyakarta 2015, H. 112-113Pustaka Al-Kautsar, Jakarta 2011, h. 50-5Khalifah Ali bin Abi Thalib membangun kota Kuffah secara khusus. Pada awalnya kota Kuffah disiapkan sebagai pusat pertahanan oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Akan tetapi kota Kuffah kemudian berkembang menjadi pusat ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu nahwu, dan ilmu pengetahuan Akhir Hayat Ali bin Abi Thalib Khawarij yang bermarkas di Nahrawan benar-benar merepotkan khalifah, sehingga memberikan kesempatan kepada pihak Muawiyah untuk memperkuat dan meluaskan kekuasaanya sampai mampu merebut Mesir. Akibatnya, sungguh sangat fatal bagi Ali. Tentara Ali semakin lemah. Sementara kekuatan Muawiyah bertambah besar. Keberhasilan Muawiyah mengambil propinsi Mesir, berarti merampas sumber-sumber kemakmuran dan suplai ekonomi dari pihak Ali. Karena kekuatannya telah banyak menurun, terpaksa khalifah Ali menyetujui perjanjian damai dengan Muawiyah, yang secara politis berarti khalifah mengakui keabsahan kepemilikan Muawiyah atas Suriah dan Mesir. Kompromi tersebut tanpa disuga ternyata mengeraskan amarah kaum khawarij untuk menghukum orang-orang yang tidak disukai. Tepat pada 17 Ramadan 40 H 661 M khalifah berhasil ditikam oleh Ibn Muljam, seorang anggota khawarij yang sangat fanatik. Sedangkan wilayah islam sudah meluas bagi baik ke timur, Persia, maupun ke barat, Mesir. Setelah ayahnya meninggal dunia, Hasan berpidato, “ Kalian telah kehilangan sebaik- baik orang yang jika disuruh Rasulullah untuk memimpin tentara, dia tidak gentar ataupun mundur dari tugas”. Jenazah Ali bin Abi Thalib dimandikan oleh Hasan, Husain dan Abdullah bin Ja’far. Setelah itu yang bertugas menjadi imam adalah Hasan bin Ali. Setelah wafatnya khalifah Ali bin Abi Thalib, kedudukan khalifah kemudian dijabat oleh anaknya Hasan selama beberapa bulan. Namun, karena Hasan lemah, sementara Muawiyah semakin kuat, makan Hasan membuat perjanjian damai. Perjanjian ini dapat mempersatukan umat islam kembali dalam satu kepemimpinan politik, di bawah Muawiyah ibn Abi Sufyan. Di sisi lain, perjanjian itu juga meyebabkan Muawiyah menjadi penguasa absolut dalam islam. Tahun 41 H 661, tahun persatuan itu, dikenal dalam sejarah islam sebagai tahun Jama’ah. Dengan demikian berakhirlah yang disebut masa Khulafa Rasyidin dan dimulailah kekuasaan Bani Umayyah dalam sejarah politik islam. 66 Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, Pustaka Firdaus, Jakarta 1993, h. 45 6 Ibid, Ali Mufradi, h. 112-113 Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Logos, Jakarta 1997, h. 66-DAFTAR PUSTAKASaufi Akhmad, Sejarah Peradaban Islam, Deepublish, Yogyakarta, Ali, Ali bin Abi Thalib, PT. Pustaka Litera Antarnusa, Jakarta, Ali, Islam di Kawasan Kebudayaan Islam, Logos, Jakarta, Abdul Aal Ahmad, The Great Leaders, Gema Insani, Jakarta, Jamil, Seratus Muslim Terkemuka, Pustaka Firdaus, Jakarta, Muhammad Syaikh, Kecerdasan Fuqoha dan Kecerdasan Khulafa, Pustaka Al- Kautsar, Jakarta, Sa’id Muhammad, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2013

makalah ali bin abi thalib